Di balik Layar Pentas Tunggal Teater NUSA

Di balik Layar Pentas Tunggal Teater NUSA

 

“Segalanya itu pasti, kita hanya tinggal menunggu waktu saja, kapan kepastian itu akan datang. Kesabaran dan keyakinan yang kuat harus dimiliki kamu nak. Semua ada giliranya.”  (Dialog pada naskah Senja Putih)

 

Pementasan Tunggal Teater NUSA memang telah berakhir Minggu (17/10/2021), namun cerita-cerita keberhasilan pementasan tersebut masih sangat terasa. Banyak cerita di balik suksesnya pementasan ini seolah menjadi alarm bangkitnya kegiatan kesenian di tengah semakin meredanya pandemi Covid-19.  Pementasan yang berlangsung selama tiga hari 15-17 Oktober, ini terbagi menjadi empat sesi. Persiapan, proses latihan, hingga pertujukan seolah terbayar lunas ketika atusiasme penonton luar biasa.

 

Dalam catatan produser pementasan, sampai hari terakhir pertujukan Senja Putih telah terjual 513 tiket. “Alhamdulillah, tentu hal ini di luar perkiraan kami, semua kerja keras tim Teater NUSA dan tentunya dukungan dari sekolah. Saya mewakili teman-teman mengucapkan terimakasih kepada Bapak-Ibu Guru dan Karyawan SMANUSA yang telah membantu sukesnya acara ini, tentunya para sponsorship dan donatur.” Ujarnya.

 

Sementara itu Dicky Panca Aulia selaku pembina ekstra Teater NUSA menjelaskan, “Ikut berproses dalam  teater bukan perkara mudah. Kita tahu, berteater tak pernah bisa main-main. Keseluruhan prosesnya benar-benar menguras tenaga, waktu, dan pikiran. Hari ini anak-anak Teater NUSA telah membuktikan itu.” Masih menurutnya, “pandemi memang telah mengubah banyak hal, termasuk dalam dunia teater. Hal baru tentu soal latihan, ada beberapa latihan yang memang harus bertemu tatap muka namun tak jarang juga latihan atau diskusi  secara daring. ”

 

Seakan tak ingin meninggalkan panggung, para pemeran, tim dan penonton tampak sibuk berfoto setelah pementasan. Tentu saja, make-up dan kostum juga sayang untuk ditanggalkan. Berapa pun jepretan foto masih saja kurang. Rentetan rencana pose juga terus membubung di benak mereka. Mulai pose berdiri, duduk, berbaring, hingga ndlosor. Foto sesi bersama seluruh pemain hingga selfie dari berbagai angle wajah.

 

Tak lebih dari dua bulan, mereka dipertemukan. Namun, kenangan tentang cerita di balik pementasan hingga detik ini masih menjadi hal yang seru untuk dibahas. Suka-duka bercampur aduk menjadi kenangan. Suasana latihan, guyonan ringan dan spontan, hingga atmosfer panggung memang ngangeni.

 

Dewi Rochmatul menuturkan, “ Ikut dalam pentas ini adalah sesuatu yang membanggakan. Saya sangat senang bisa menjadi bagian di depan ratusan mata, disaksikan oleh keluarga, teman, bapak-ibu guru dan bapak kepala sekolah. Semoga kami dipertemukan lagi di pementasan selanjutnya,”  katanya dengan senyuman

 

KOMENTAR